Mufdil’s Weblog


Hadits Maqbul dan Hadits Mardud
Agustus 6, 2009, 3:38 am
Filed under: Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Para ulama muhadditsin telah menetapkan suatu pengkajian yang komperenship tentang hadits. Semuanya dirumuskan dalam salah satu ilmu yang esensial dalam agama islam yakni ilmu hadits. Dalam usaha untuk menjadikan hadits sehingga bisa menjadi pegangan dan diyakini kebenarannya, maka sangatlah diperlukan pemeriksaan kerena untuk mendapatkan hadits ini tidaklah mudah perlu pengkajian tentang keberadaanya dan sumbernya. Pemahaman dan penyelidikan tersebut haruslah dilakukan dengan saksama karena persoalan tentang hadits ini secara umum berbeda dengan al-qur’an dan hadits mutawatir yang menfaedahkan secara ilmu darury. Maka dari itu, persoalan yang perlu dipahami dalam masalah ini ialah hadits ahad.

Salah satu titik pokok dari kajian dalam ilmu hadits ini ialah hal yang berkenaan dengan bidang pengetahuan hadits-hadits yang kuat dari yang lemah dan tentang hal-ihwal para perawi yang diterima haditsnya dan ditolak menghasilkan suatu kesimpulan-kesimpulan ilmiah dan istilah-istilah yang mengindikasikan keshahihan atau kedha’ifan suatu hadits.

Salah satu kajian dari penelitian tersebut ialah ditetapkannya salah satu pembagian hadits dari sisi kehujjahannya. Inilah yang dimaksud dengan hadits yang maqbul dan hadits yang mardud. Yang maqbul ialah yang memenuhi syarat untuk diterima sebagai hujjah dan yang mardud ialah yang tertolak untuk dijadikan hujjah.

B. Batasan Masalah

Pembahasan makalah ini hanya terbatas pada persoalan mengenai tinjauan hadits dari sisi diterima tidaknya untuk menjadi hujjah. Yaitu hadits yang maqbul beserta permasalahan pokok yang berkaitan dengannya dan hadits mardud beserta permasalahan pokok yang berkaitan dengannya.

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembahasan ini ialah untuk memberikan penjelasan kepada pembaca tentang salah satu bentuk kajian dalam ilmu hadits dari sisi diterima atau ditolaknya suatu hadits untuk dijadikan hujjah. Sehingga pambaca diharapkan bisa mengetahui tentang bagaimana maksud dari hadits yang maqbul dan mardud beserta contoh-contohnya masing-masing.

Disamping itu pembahasan ini juga dimaksudkan untuk memenuhi tugas diskusi mata pelajaran ilmu hadits kelas XII dalam topik pembahasan tentang pemahaman mangenai macam-macam hadits ditinjau dari diterima atau ditolaknya menjadi hujjah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadits Maqbul dan Permasalahannya

Pengertian

Maqbul menurut bahasa adalah yang diambil, yang diterima dan yang dibenarkan. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, hadis maqbul ialah hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya . Adapun syarat-syarat penerimaan hadits menjadi hadits yang maqbul berkaitan dengan sanad-nya yang tersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, dan dari segi matan yang tidak syadz dan tidak terdapat illat.[1]

Hadits maqbul ialah hadits yang dapat diterima sebagai hujjah. Jumhur ulama sepakat bahwa hadits Shohih dan hasan sebagai hujjah. Pada prinsipnya, baik hadits shohih maupun hadits hasan mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima (Maqbul). Walaupun rawi hadits hasan kurang hafalannya dibanding dengan rawi hadits shohih, tetapi rawi hadits hasan masih terkenal sebagai orang yang jujur dan dari pada melakukan dusta.

Klasifikasi Hadits Maqbul

Yang termasuk kedalam kategori hadits maqbul ialah :

  1. Hadits Shohih[2], baik shohih lidzatihi maupun shohih ligahirih.
  2. Hadits Hasan[3], baik hasan lidzatihi maupun hasan lighairihi.

Kedua macam hadits tersebut wajib diterima, namun demikian para muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua hadis yang maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan terdapat hadis-hadis yang telah dihapuskan hukumnya disebabkan datangnya hukum atau ketentuan lain yang juga ditetapkan oleh hadis Rasulullah SAW.

Maka dari itu, apabila ditinjau dari sifatnya. Maka hadits maqbul terbagi pula menjadi dua, yakni Hadits maqbul yang dapat diterima menjadi hujjah dan dapat pula diamalkan, inilah yang disebut dengan hadits maqbul ma’mulun bih. Disamping itu juga ada hadits maqbul yang tidak dapat diamalkan, yang disebut dengan hadits maqbul ghairu ma’mulin bih. Berikut ini adalah rincian dari masing-masing hadits tersebut yakni sebagai berikut :

Hadits Maqbul yang Ma’mul bih.

1)      Hadits Muhkam

Al-Muhkam menurut bahasa artinya yang dikokohkan, atau yang diteguhkan. Yaitu hadits-hadits yang tidak mempunyai saingan dengan hadits yang lain, yang dapat mempengaruhi artinya. Dengan kata lain tidak ada hadits lain yang melawannya. Dikatakan muhkam ialah karena dapat dipakai sebagai hukum lantara dapat diamalkan secara pasti, tanpa syubhat sedikitpun.

Kebanyakan hadits tergolong kepada jenis ini, sedangkan yang bertentangan jumlahnya sedikit.

2)      Hadits Mukhtalif.

Mukhtalif artinya adalah yang bertentangan atau yang berselisih. Sedangkan secara istilah ialah hadits yang diterima namun pada dhahirnya kelihatan bertentangan dengan hadits maqbul lainnya dalam maknanya, akan tetapi memungkinkan untuk dikompromikan antara keduanya. Kedua buah hadits yang berlawanan ini kalau bisa dikompromikan, diamalkan kedua-kaduanya.

3)      Hadits Rajih

Yaitu sebuah hadits yang terkuat diantara dua buah hadits yang berlawanan maksudnya.

4)      Hadits Nasikh

Yakni hadits yang datang lebih akhir, yang menghapuskan ketentuan hukum yang terkandung dalam hadits yang datang mandahuluinya.

Contoh dari hadits Maqbul ma’mulul bih banyak sekali. Secara garis besar pembagiannya ialah hadits yang tidak ada perlawanannya dengan hadits lain dan hadits yang terjadi perlawanan dengan hadits lain. Sebagai contoh akan dikemukakan tentang hadits yang tidak memiliki perlawanan dengan hadits lain (Hadits Muhkam) berikut ini.

“janganlah kamu larang isterimu untuk pergi kemesjid (untuk bersembahyang), tetapi sembahyang dirumah lebih baik bagi mereka” (H.R Abu Daud dari Ibnu Umar)[4]

Contoh Hadits yang memiliki perlawanan dari hadits lain tetapi salah satu dari hadits tersebut telah menghapus ketentuan hukum yang terkandung dari hadits yang turun sesudahnya (hadits  nasikh). Yakni sebagai berikut :

Barra berkata : “sesungguhnya nabi saw. pernah sembahyang menghadap baitul maqdis selama enam belas bulan”. (Riwayat Bukhari)

Hukum menghadap kiblat ke baitul maqdis itu telah dinasikhkah oleh Allah pada firmanNya :[5]

“hendaklah kamu menghadapkan mukamu kearah masjidil haram (ka’bah). (QS. Albaqarah :144)

  1. Hadits Maqbul Ghairu Ma’mul bih

1)      Hadits Mutasyabih

yakni hadits yang sukar dipahami maksudnya lantaran tidak dapat diketahui takwilnya. Ketentuan hadits mutasyabih ini ialah harus diimankan adanya, tetapi tidak boleh diamalkan.

2)      Hadits Mutawaqqaf fihi

Yakni dua buah hadits maqbul yang saling berlawanan yang tidak dapat di kompromikan, ditarjihkan dan dinasakhkan. Kedua hadits ini hendaklah dibekukan sementara.

3)      Hadits Marjuh

Yakni sebuah hadits maqbul yang ditenggang oleh oleh hadits Maqbul lain yang lebih kuat. Kalau yang ditenggang itu bukan hadits maqbul, bukan disebut hadits marjuh,

4)      Hadits Mansukh

Secara bahasa mansukh artinya yang dihapus, Yakni maqbul yang telah dihapuskan (nasakh) oleh hadits maqbul yang datang kemudian.

5)     Hadits Maqbul yang maknanya berlawanan dengan alQur’an, Mutawatir, akal yang sehat dan ijma’ ulama.

Contoh dari hadits Maqbul ghairu ma’mul bih ini salah satunya ialah tentang hadits yang bertentangan dengan akal sehat yakni berikut ini :

”Konon termasuk yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Wahyu yang diturunkan di malam hari dan nabi melupakannya disiang hari” (HR. Ibnu Abi Hatim dari Riwayat Ibnu Abbas r.a)[6]

Hadits tersebut secara akal sehat, sebab menerima anggapan bahwa nabi pernah lupa sedangkan menurut akal sehat dan putusan ijma’ nabi ialah terpelihara dari dosa dan kelupaan (ma’shum) dalam menyampaikan syariat dan wahyu.

  1. Persoalan seputar hadits Maqbul

Apabila kita mendapati dua buah hadits maqbul yang saling bertentangan maksudnya menurut lahirnya, maka :

  1. Hendaklah kita berusaha untuk mengumpulakan (mengkompromikan) kedua-duanya sampai hilang perlawanannya. Dalam hal ini apabila dapat dikumpulakan, maka kedua hadits tersebut wajib diamalkan.
  2. Kalau usaha pertama gagal, maka kita mencari, mana diantara kedua hadits tersebut yang datang lebih dahulu (Nasikh), dan mana yang datang kemudian (mansukh).[7]
  3. Kalau usaha mencari nasikh tidak pula berhasil, beralih pada penelitian  mana hadits yang lebih kuat, baik sanad ataupun matannya untuk ditarjihkan. Dalam hal ini hadits yang lebih kuat tersebut (rajih) diamalkan, sedangkan hadits yang lemah tersebut (marjuh) untuk tidak diamalkan.[8]
  4. Jika usaha terakhir juga gagal, maka hadits tersbut hendaklah dibekukan, ditinggalkan untuk pengamalannya.
  5. B. Hadits Mardud dan Permasalahannya
    1. 1. Pengertian Hadits Mardud

Secara bahasa mardud artinya ialah yang ditolak, yang tidak diterima. Secara istilah Hadits Mardud ialah hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Dalam definisi yang ekstrim disebutkan bahwa hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi dhoif[9]

Simpulan tentang penyebab-penyebab tidak diterimanya hadits ini akan dijelaskan berdasarkan klasifikasi hadits mardud ini sebagai berikut :

2. Klasifikasi Hadits Mardud

a. Adanya Kekurangan pada Perawinya

Dalam hal ini, kekurangan pada perawinya dapat disebabkan oleh ketidakadilannya maupun kehafalannya. Yakni terbagi menjadi :

1)       Dusta (hadits maudlu)

2)       Tertuduh dusta (hadits matruk)

3)       Fasik, yaitu banyak salah lengah dalam menghafal

4)       Banyak waham (prasangka) disebut hadits mu’allal

5)       Menyalahi riwayat orang kepercayaan

6)       Tidak diketahui identitasnya (hadits Mubham)

7)       Penganut Bid’ah (hadits mardud)

8)       Tidak baik hafalannya (hadits syadz dan mukhtalith)

b. Karena sanadnya tidak bersambung

1)      Kalau yang digugurkan sanad pertama disebut hadits mu’allaq

2)      Kalau yang digugurkan sanad terakhir (sahabat) disebut hadits mursal

3)      Kalau yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih berturut-turut disebut hadits mu’dlal

4)      Jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathi’

c. Karena Matan (Isi Teks) Yang Bermasalah

Selain karena dua hal di atas, kedhaifan suatu hadits bisa juga terjadi karena kelemahan pada matan. Hadits Dhaif yang disebabkan suatu sifat pada matan ialah hadits Mauquf dan Maqthu’.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan Penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hadits bila ditinjau dari diterimanya sebagai hujjah terbagi menjadi hadits maqbul dan hadits mardud.

Hadits yang dapat diterima sebagai hujjah disebut dengan hadits maqbul, dengan klasifikasinya terbagi menjadi hadits shohih dan hadits hasan. Sedangkan sebaliknya, hadits yang tidak dapat diterima sebagai hujjah disebut dengan hadits mardud, dengan klasifikasinya terbagi kepada segala macam bentuk hadits dho’if.


[1] Dewan Redaksi. Ulumul hadits: pembagian hadits secara umum. http//: www.cybermq.com

[2] Hadits Shohih lidzatihi ialah hadits shohih yang telah memenuhi syarat-syarat untuk dinilai shohih secara sempurna, sedangkan hadits Shohih Lighairihi ialah hadits shohih yang turun nilainya disebabkan kedhobitan seorang rawi yang kurang sempurna.

[3] Hadits Hasan Lidzatihi ialah hadits yang telah memenuhi syarat-syarat hadits hasan secara sempurna. Sedangkan hadits hasan lighairihi ialah hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal.

[4] H. Mahmud Aziz dan Mahmud Yunus. Ilmu Mustholah Hadis. Jakarta:PT Hadikarya Agung. 1984. h. 96

[5] Ibid. h. 89

[6] Drs. Fatchurrahman.. Ikhtishar Mushthalahu’l hadits. Bandung: PT Alma’arif, 1974. h. 150

[7]Untuk mengetahui tantang suatu hadits yang nasikh dan mansukh ini para muhadditsin telah merumuskan jalannya yakni pertama dengan melihat oenjelasan dari syar’I itu sendiri, kedua penjelsan dari sahabat, ketiga diketuahui tarikh keluarnya hadits.

[8] Diantara usaha-usaha untuk mengetahui hadits yang rajih dan marjuh ini ialah dengan penelitian  dari jurusan sanad, jurusan matan, jurusan hail penunjukan, dan jurusan dari luar. Lihat Drs. Fatchurrahman.. Ikhtishar Mushthalahu’l hadits. Bandung: PT Alma’arif, 1974. h. 158

[9] M. Yusron, S.PdI. Pohon Ilmu Hadits. http//: www.darussholah.com


Tinggalkan sebuah Komentar so far
Tinggalkan komentar



Tinggalkan komentar